"Anak tidak doyan makan, biarkan saja. Toh 'kalau' lapar dia akan makan"
Pernah dengar dongggg pernyataan seperti itu? Saya sampai terkesima dengan kata 'kalau'nya itu. Iya kalau si anak mau makan, nah kalau si anak membulatkan tekad tidak mau makan bagaimana? Bukankah pembiaran tersebut malah menambah masalah? Si anak yang masih bertahan dengan 'ego'nya benar-benar mogok makan dan akhirnya sakit..duhh saya hanya menggelus dada.
Sama halnya ketika anak tidak mau belajar. Apakah hanya dibiarkan, menunggu anak belajar sendiri? Tidak mungkin menumbuhkan minat belajar anak, tanpa memahami penyebabnya dan memberi stimulus atau rangsangan. Buatsaya, anak mogok makan berarti kerja ekstra keras untuk saya membuatkan aneka makanan. Walupun harus merogoh kocek lebih dalam jika si anak hanya mau makan di restoran favoritnya.
Jadi teringat saat Alif mogok makan hampir 2minggu lebih. Dari porsi makan normalnya, semangkuk penuh jadi 3-5sendok makan saja, Itupun harus dipaksa, terkadang hanya menyeruput 5 sendok kuah sup buatan saya. Belum lagi diikuti drama melankolis yang penuh ratapan dan tangisan…hwaaa bikin stress pokoknya. Segala macam makanan saya khusus buatkan. Tetapi selalu ditolaknya, hanya susu yang mau ia minum.
Saya berusaha menelusuri penyebabnya. Banyak orang bilang ahh, memang ada masanya anak seusia Alif susah makan. Kalau pun anggapan itu benar, sebagai orang tua pastinya tidak akan membiarkanya berlarut larut. Harus mencari jalan supaya anak mau makan dengan porsi normalnya. Entah dengan pemberian vitamin penambah nafsu makan atau berkonsultasi langsung dengan ahli gizi. Saya pribadi memilih mengobservasinya, usut punya usut, ternyata penyebabnya karena kehadiran sang adik baru. Yaa saat usia 1.5tahun, adiknya lahir.
Saat itu Alif belum bisa mengutarakan perasaannya. Ada semacam kebingungan dalam dirinya yang tidak bisa diungkapkan. Tentang bagaimana penerimanan terhadap dirinya sendiri dan adik kecilnya. Mengapa semua perhatian keluarga lebih tertuju pada sang adik? Jadilah ia mogok makan. Belum lagi berbagai aksi “ajaib”nya yang kerap kali mengesalkan. Hari ini memecahkan setumpuk piring di atas meja makan, esok hari menggulingkan semua tanaman kesayangan oma. Terus berlanjut seperti itu.
Melihat perkembanganya seperti itu akhirnya saat sang adik berusia 6 bulan saya memilih untuk mengundurkan diri dari kantor. Memutuskan untuk mendampingi Alif menghadapi “kebingungannya”. Saya libatkan dirinya dalam mengasuh sang adik, mulai dari membuang popok ke tempat sampah, mengambilkan susu bahkan menjaganya sebentar dikala saya harus ke kamar mandi.
Perlahan selera makannya kembali, tepatnya setelah Alif saya masukkan ke sekolah saat berusia 2 tahun 2 bulan. Kegiatan sekolah yang menyenangkan, bertemu dengan teman teman dan guru membuatAlif lebih ceria dan lebih bisa mengendalikan perasaannya. Jarak tempuh sekolah yang agak jauh seakan menguras energinya yang berlimpah, disinilah selera makannya mulai timbul. Hal pertama yang saya lakukan adalah mengurangi asupan susu, cukup saat pagi dan beranjak tidur malam. Jadi ketika ia merasa lapar, ia akan makan bukan minumsusu. Awalnya ia hanya makan dengan nasi hangat plus garam atau teri nasi. Wahhh….jauh dari bergizi nie. Berbagai menu saya coba masak sendiri, kalau ia suka ayam K*C, di rumah saya berusaha membuatnya persis seperti itu. Urusan sayuran biasanya saya sembunyikan di dalam ayam atau perkedel.
Sekarang? Alhamdulillah pola makannya lebih baik, walaupun untuk makan sayur yang kasatmata, mamanya harus mendelik. Barulah ditelan, dengan didorong minum setiap saat..hahaha. Memang proporsi badannya tidak gendut eperti dulu lagi, tetapi saat ini Alhamdulillah Alif tumbuh sehat dan ceria.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan saat anak mogok makan:
1. Observasi pola makannya.
Sesuaikan waktu pemberian susu dan makanan ringan dengan waktu makan besarnya.
Jangan memberikan makanan ringan satu jam sebelum makan besarnya. Susu hanyalah pelengkap, memberikannya secara berlebihan akan memberikan efek mengenyangkan. Dan anak akan lebih menolak untuk makan. Berikan susu saats arapan pagi, selingan makanan ringan dan saat tidur malam.
2. Pahami keadaan psikologis anak.
Pastikan bahwa anak tidak memendam masalah apapun. Ajarkan anak untuk terbiasa mengungkapkan perasaanya.
3. Amati kegiatannya sehari-hari.
Hal ini memudahkan orang tuau ntuk menentukan kecukupan asupan gizinya. Bisa berkonsultasi dengan ahli gizi atau pun membaca banyak literature tentang gizi.
4. Jangan berhenti mengenalkan anekaragam jenis makanan pada anak.
Mengindari rasa bosan diperlukan menu makanan yang bervariasi. Tanyakan apa yang diinginkan sang anak untuk menu hari ini.
5. Tumbuhkan rasa simpati dan empati pada anak sejak dini.
Ajak anak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Memperlihatkan bagaimana proses suatu makanan bisa terhidang di atas meja makan, seperti mengajaknya pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan kesukaannya lalu memasaknya bersama.
Kunjungi tempat dimana anak bisa melihat bahwa masiha da orang-orang yang bersusah payah untuk makan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar